Gangguan Pendengaran Terkait dengan Depresi

Gangguan pendengaran adalah sebuah kondisi dimana seseorang mengalami rasa yang tidak biasa pada sistem pendengaran. Hal ini bisa disebabkan oleh kondisi eksternal ataupun kondisi internal seseorang itu sendiri. Gangguan pada telinga tentunya seringkali dikaitkan dengan sebuah penyakit pendengaran. Tentu hal ini sangat benar karena ketika kita memiliki penyakit pada telinga maka gejala yang muncul adalah sebuah gangguan di telinga. Sehingga kita bisa merasakan bahwa telinga kita sedang bermasalah. Lalu benarkah gangguan pendengaran hanya terjadi di telinga?

Telinga memang menjadi patokan utama ketika terjadi gangguan pendengaran. Namun, ternyata gangguan pendengaran tidak selalu berada pada telinga. Organ-organ lain yang berhubungan dengan telinga juga bisa menjadi salah satu penyebab gangguan pendengaran. Sudahkah anda mendengar bahwa gangguan pada telinga ini bisa berkaitan dengan adanya depresi? Berikut ini klinik pendengaran Depok akan berbagi informasi menarik kepada anda. Simak ulasan berikut untuk mengetahui bahwa ternyata gangguan pada pendengaran bisa berkaitan dengan depresi.

Pendahuluan

Hingga saat ini sudah banyak sekali ahli audiologi yang curiga bahwa terdapat hubungan antara gangguan pendengaran dengan depresi. Kecurigaan ini karena didasarkan adanya bukti anekdot yang terjadi beberapa tahun. Hingga saat ini, data ilmiah yang berhubungan dengan penelitian ini cukup terbatas. Berbagai penelitian yang sudah dilakukan memiliki hasil yang berbeda-beda. Koneksinya terlalu lemah dan hanya berfokus pada tingkat umur manula atau dengan demografi tertentu. Pada tahun 2014 silam, akhirnya ada yang mendokumentasikan bahwa depresi dan gangguan pendengaran ternyata memiliki hubungan berdasarkan data yang diukur. Di negara Amerika Serikat, seorang wanita serta mereka yang berusia di bawah 70 tahun memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap depresi apabila mereka sudah memiliki gangguan telinga di derajat tertentu.

Penelitian

Pada tahun 2014, seorang peneliti yang bernama Chuan-Ming Li, MD, Ph.D dari Institur Nasional AS menuliskan sebuah studi. Judul bukunya adalah Ketulian dan Gangguan Komunikasi Lainnya yang kemudian diterbitkan oleh JAMA Otolaryngology – Head & Neck Surgery. Pada study tersebut terdapat sebuah penemuan adanya hubungan yang terjadi dengan signifikan antara gangguan telinga dengan depresi tingkat sedang ataupun berat. Peneliti sudah banyak banyak yang membuktikan bahwa terdapat 5% individu memiliki gejala depresi namun tidak memiliki gangguan pendengaran. Sedangkan terdapat individu yang memiliki gejala depresi sekaligus memiliki gangguan pendengaran sejumlah 11%.

Yang Beresiko Tinggi

Anda pasti bertanya-tanya bukan mengenai siapa sih yang beresiko tinggi terkena gangguan telinga serta depresi? Di Indonesia, gangguan telinga identik terjadi pada mereka yang berusia memasuki manula. Namun, bagaimana sebenarnya fakta dari tingkat resiko ini? Indonesia pernah melakukan Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional dan memiliki partisipan sebanyak lebih dari 18.000 orang dewasa. Pada survey tersebut, digunakannlah pengisian kuisioner dengan pertanyaan yang dirancang peneliti untuk mengungkap gejala melankolis. Penelitian menunjukkan hubungan terkuat antara defisit pendengaran dan depresi pada wanita usia 18 dan 69 tahun. Penelitian tidak menunjukkan korelasi pada pria di atas usia 70 tahun, hanya pada wanita. Ini mungkin karena fakta bahwa wanita, setelah usia 65 tahun, mulai kehilangan kemampuan untuk mendengar frekuensi yang lebih tinggi. Otak membutuhkan suara bernada tinggi ini untuk memahami ucapan di lingkungan yang keras. Penurunan komunikasi menyebabkan kesepian dan perasaan ditinggalkan.

Bagaimana menurutmu? Ya, di lingkungan kita tinggal pasti kita sering menemukan kasus orang tua berusia lebih dari 65 tahun yang memiliki gangguan telinga. Adapun gangguan pendengaran bisa memiliki tingkat yang sedang, berat bahkan benar-benar kehilangan kemampuan pendengaran atau tuli. Kejadian ini sebenarnya bisa terjadi baik bagi mereka dengan gender perempuan ataupun laki-laki. Namun, hubungan gangguan ini terhadap depresi memiliki resiko yang lebih tinggi jika terjadi pada wanita. Mengapa demikian? Sudah banyak penelitian yang membuktikan bahwa wanita seringkali berfikir menggunakan perasaan dan tidak melibatkan logika. Adanya gangguan pendengaran ini tentu bisa membuat kehidupan semakin terganggu terutama di bidang komunikasi. Padahal komunikasi adalah faktor yang sangat penting untuk berkehidupan. Sulitnya komunikasi membuat wanita memiliki perasaan kesepian atau ditinggalkan yang bisa menyebabkan depresi berlarut.

Mengapa Penderita Gangguan Pendengaran Merasa Depresi?

Orang dengan gangguan pendengaran sering mengungkapkan kesulitan dalam berkomunikasi dengan anggota keluarga, kolega dan teman. Ada juga hubungan antara gangguan telinga dan demensia . Hal ini dapat menyebabkan individu dengan gangguan telinga mundur dari kehidupan sosial dan mengisolasi dirinya sendiri. Tetapi, anda tidak perlu lagi ketakutan karena ada pengobatan efektif dalam memulihkan hubungan. Jika Anda memiliki gejala gangguan pendengaran dan kesedihan, hubungi penyedia layanan kesehatan Anda. Jika Anda khawatir tentang gangguan pendengaran, buatlah janji untuk melakukan tes penilaian pendengaran.

Itulah ulasan informatif dari kami seputar hubungan antara gangguan pendengaran dengan depresi. Gangguan pendengaran yang tidak diatasi dengan segera bisa semakin parah hingga menyebabkan depresi. Nah, bagi anda yang memiliki masalah seputar pendengaran maka anda bisa mengunjungi Hearing Center Depok. AQM Hearing Center menyedikan berbagai pelayanan gangguan pendengaran dan jual alat bantu pendengaran terbaik. Jangan lupa untuk selalu menjaga kesehatan yaa.

Update Terkini

Ingin konsultasi lebih dekat?